Andriezzu: Just The Way I am: Semua Hanya Karena Miskomunikasi

Semua Hanya Karena Miskomunikasi

Jumat, 21 Januari 2011

Pagiiiii........
Info cuaca, bogor hari ini cukup dingin, tapi hatiku agak hangat (hahaha)...
Hmmm, cuaca hati, masih tidak menentu, tapi so far so good lah...

Postingan ini sudah diniatkan dari akhir tahun lalu. Dalam perjalanan pulang ke rumah, sambil nangis-nangis bombay di dalam bus, dan 'deg-deg seeerrr' mau ketemu orang tua yang habis marah-marah... hahaha. Tapi seiring berlalunya waktu, aku lupa... Padahal waktu itu udah janji sama temen (*maaf deris... beneran lupa eung). Bukan tentang pasangan, tulisan yang 'ini' lebih tentang hubungan orang tua dengan anak. 

Yaa, seringkali kita mengalami 'crash' dengan orang tua, beda pendapat lah, merasa dipaksa lah, gontok-gontokan, sampai marahan. Kondisi kita yang beranjak dewasa, menginginkan kepercayaan dan tantangan. Sementara orang tua, kadang tidak siap untuk melihat kita menjadi dewasa, yaa memang demikian. Di satu sisi mereka ingin agar kita tumbuh sehat dan berkembang menjadi dewasa, tapi di sisi lain, mereka sebenarnya belum siap melihat kita benar-benar menjadi dewasa. Itu karena mereka sayang pada kita (*anaknya), dan takut kehilangan (*apalagi anaknya perempuan). Di satu sisi orang tua menuntut anak agar bisa bertanggungjawab, di sisi lain mereka belum bisa melepaskan sepenuhnya. Membingungkan ya??? Aku juga bingung. hehe...

Well, sepertinya rumit. Padahal bisa lho disederhanakan. Kuncinya "KOMUNIKASI". Itu saja. Prinsipku "selama masih punya mulut, segala hal bisa dilobby" hehehe. Seringkali komunikasi anak dengan orang tua tersendat, biasanya dimulai sejak masuk masa remaja. Anak merasa sudah dewasa, sok-sokan gak butuh orang tua (padahal 'ababil', abege labil, wkwk). Sebaliknya, orang tua merasa anak sudah bukan anak kecil (yang lucu) lagi, mau disayang-sayang/dimanja-manja rasanya udah gak pantes. Apalagi remaja, hampir semuanya lebih suka kumpul dengan 'peer group'nya (genggong-nya), merasa lebih dimengerti, dan lebih nyambung bicara dengan sesama mereka (padahal sesama ababil, gyahaha). Nah, kebiasaan ini lah yang terbawa hingga dewasa, sehingga jurang pemisah komunikasi anak dengan orang tua semakin jauh saja. Makin jarang komunikasi, akan terbentuk mindset yang salah di masing-masing pihak. Anak: "yang penting gak dimarahin (walopun kadang masih kena marah juga), selama bisa dikerjain, ya jalanin aja (pokoknya males banget ngekuarin pendapat, mending diem). Ortu: Yang penting nurut, dan anak harus nurut, pokonya ortu yang bener (lagian anaknya diem, berarti gak masalah donk? gak perlu tanya pendapat anak). Makin lama, hal-hal yang 'pelan tapi pasti' terjadi (misal: punya pacar, mau nikah, mau kerja, mau sekolah, dst) bisa jadi masalah. Aku pun mengalaminyaaaa..... 

Di setiap fase perkembangan, aku pernah mengalami 'gap' itu. Pada masa-ku beranjak dewasa (ceilee), gak punya pacar: ditanya-tanya "koq kamu gak punya pacar, kamu jangan terlalu dingin sama laki-laki, nanti susah dapet jodoh" *huft. Giliran punya pacar, salah lagi, takut salah pilih kata mereka. Kuliah belum kelar-kelar, dimarahin, disangka males-malesan, sengaja nunda-nunda kelulusan (*hasyah, aku juga pengen cepet selesai inih...). Mau kerja (*ceritanya udah ada lamaran yg nyantol), gak boleh, alesannya 'kejauhan, karena di luar jawa', diminta kerja di deket-deket rumah aja. Nanti pasti bakal ada lagi dan ada lagi... dan inti masalahnya tetep sama "KOMUNIKASI". Tiap kali 'crash' terjadi, sebagai anak, nangis-nangis bombay dulu yang utama... hahaha. Gak berani ungkapin pendapat (padahal salah siapa coba? lagian diem aja sih jadi anak!). Ngumpulin keberanian ngeluarin pendapat, belum juga tersampaikan semuanya, ditentang ortu sedikit, Eh, udah nyerah duluan. Ya kalo gitu gak kan kelar-kelar masalahnya. (*itu aku lhooo...)

Hmm, sekedar berbagi pengalaman aja...Alhamdulillah, sekarang semuanya sudah membaik. kuncinya adalah keberanian kita (sebagai anak) untuk mengungkapkan pendapat. Aku katakan apa yang aku pikirkan, aku rasakan, dan aku inginkan lalu aku tanyakan apa yang mereka harapkan. Daaaaan... VOILA! Mereka mengerti itu semua. Justru mereka mengarahkan, bukan memaksakan. Ada sih kompromi sedikit-sedikit, menyesuaikan keinginan kita dengan harapan mereka. Harapan orang tua pada intinya cuma satu koq, supaya kita bahagia. Mereka hanya ingin yang terbaik untuk anaknya, sama sekali gak ada niat untuk nyusahin anaknya. Hanya saja, cara penyampaiannya suka salah. Sekarang, komunikasi ke ortu sudah lancar, walaupun belum mulus seperti jalan tol, kadang masih ada kerikil-kerikil salah pahamnya. Tapi kalo itu terjadi, jangan mundur, komunikasikan lagi, luruskan kesalahpahaman itu lagi.

Sekedar cerita tentang hal yang baru-baru ini terasa 'gonjang-ganjing' untukku dan orang tuaku:
Tentang kelulusan : aku disangka sengaja menunda-nunda kelulusan, supaya bisa lebih lama tinggal jauh dari orang tua, disangka lebih betah merantau daripada dekat-dekat dengan mereka, disangka sibuk 'main-main' daripada ngurus skripsi (*hmm, mereka hanya sedang emosi koq ketika mengatakan itu semua). Aku jelaskan pada mereka, apa saja kegiatanku selama ini di kampus, kenapa skripsiku belum selesai, kenapa belum juga bisa wisuda, aku katakan bahwa di sana aku baik-baik saja, hanya perlu waktu (lebih dari orang lain) untuk belajar lagi. Dan aku katakan bahwa aku akan bertanggungjawab terhadap diriku sendiri, asalkan mereka memberi kepercayaan. Tahukah kawan apa hasilnya??? Mereka, bapak dan ibuku, kini justru terus memotivasiku agar terus belajar banyak hal. Menghiburku ketika wisuda terasa semakin jauh dari depan mata. Menenangkanku ketika rasa bersalah menghantuiku karena belum bisa mempersembahkan toga untuk mereka. Sungguh mereka sayang sekali padaku, dan aku sayang sekali pada mereka.
Tentang pekerjaan: beberapa waktu yang lalu, datang tawaran pekerjaan dari yayasan yang memberiku beasiswa. Mahasiswa yang pernah menerima beasiswa tersebut (alumni yayasan, begitulah aku disebut, padahal belum lulus, hehe) mendapat kesempatan untuk melamar, dengan modal CV saja (karena mereka sudah pegang data base nilai kami waktu kuliah). Waktu itu aku gak bilang apa-apa ke ortu. Nah, ternyata ada panggilan untuk test. barulah aku minta izin ke bapak dan ibu. Bapak? hmmm, oke-oke saja, tapi Ibu? menentang habis-habisan. Gak tega katanya, coz penempatannya pasti di luar Jawa (antara Riau atau Jambi), di tengah hutan atau kebun sawit pula. Disarankan juga oleh ibuku, jangan ikut test-nya, karena ibu pasti tidak mengizinkan. Kalopun diterima, aku hanya akan mengurangi hak orang lain untuk ikut test selanjutnya, bisa saja orang lain itu benar-benar membutuhkan pekerjaan, bukan seperti aku yang sekedar coba-coba. Kecewa. Saat itu ya kecewa. Ibu minta aku kerja di dekat-dekat rumah, sebaliknya aku gak pengen dekat-dekat rumah. Hmm, dengan pertimbangan ini-itu yang kusampaikan, akhirnya ibuku minta syarat 1 saja "pegawai negeri sipil a.k.a PNS". Boleh di luar kota, gak harus dekat-dekat rumah. Woooowwww, amazing. Padahal biasanya ibuku 'keukeuh". Tu kan, kuncinya cuma komunikasi...
Tentang Jodoh: lain kali saja, aku sedang malas membahasnya (hahaha).

Closing statement: 
Apapun yang orang tua sampaikan pada kita, pada intinya mereka hanya ingin yang terbaik buat kita (anaknya). Salah-benar, itu hanya soal penyampaiannya. Perintah mereka, keinginan mereka, sebenarnya bukan harga mati buat kita. Jika yang mereka inginkan, tidak membuat kita merasa bahagia, mereka pasti akan mengalah demi kebahagiaan kita. Aku, perempuan. Saudara-saudaraku, juga perempuan. Kelak, jika kami dimiliki oleh seseorang, bakti kami yang utama akan jatuh pada suami. Orang tua kami pun menyadari itu. Itulah sebabnya, mengapa mereka overprotective kepadaku (karena aku yang paling dewasa, dan kemungkinan paling cepat meninggalkan mereka). Mungkin di hati mereka, belum siap untuk melihatku menjadi dewasa, apalagi melepaskanku untuk bersama dengan orang lain. Mungkin, mereka hanya khawatir, orang lain belum bisa mengusahakan seperti mereka telah bersusah payah memberikan yang terbaik untuk kita. Maka dari itu, sebelum pernikahan itu tiba, janjiku adalah ingin membahagiakan orang tua. *jadi berkaca-kaca.


0 komentar:

Andriezzu: Just The Way I am Copyright © 2009 Designed by Ipietoon Blogger Template for Bie Blogger Template Vector by DaPino