Andriezzu: Just The Way I am

"Tiba Waktunya Berhenti Saling Benci"

Senin, 14 Maret 2011

Sulit untuk kuucapkan selamat tinggal lagi
Sebab mungkin aku kan kembali, meski benci
Di saat kita terpisah
Hanya engkau lah mimpiku

Di dalam hatiku kurasa ada ragu pada dirimu
Di dalam jenuhku masih ada dalam hati
Kasihku padamu

Mungkin kita telah lama menutup diri
Kini tiba waktunya berhenti saling benci
Kuinginkan dirimu memimpikan aku juga


Di dalam hatiku kurasa ada ragu pada dirimu
Di dalam jenuhku masih ada dalam hati
Kasihku padamu

Seperti ku yakin saat ini
Kau rasakan juga sesal di hatimu






Separated (By: Usher)

Selasa, 08 Februari 2011

If love was a bird

Then we wouldn't have wings
If love was a sky
We'd be blue
If love was a choir
You and I could never sing
Cause love isn't for me and you

If love was an Oscar
You and I could never win
Cause we can never act out our parts
If love is the Bible
Then we are lost in sin
Because its not in our hearts

So why don't you go your way
And I'll go mine
Live your life, and I'll live mine
Baby you'll do well, and I'll be fine
Cause we're better off, separated

If love was a fire
Then we have lost the spark
Love never felt so cold
If love was a light
Then we're lost in the dark
Left with no one to hold

If love was a sport
We're not on the same team
You and I are destined to lose
If love was an ocean
Then we are just a stream
Cause love isn't for me and you

So why don't you go your way
And I'll go mine
Live your life, and I'll live mine
Baby you'll do well, and I'll be fine
Cause we're better off, separated

Girl I know we had some good times
It's sad but now we gotta say goodbye
Girl you know I love you, I can't deny
I can't say we didn't try to make it work for you and I
I know it hurts so much but it's best for us
Somewhere along this windy road we lost the trust
So I'll walk away so you don't have to see me cry
It's killing me so, why don't you go

So why don't you go your way
And I'll go mine
Live your life, and I'll live mine
Baby you'll do well, and I'll be fine
Cause we're better off, separated 

Doa Jodoh dalam Berbagai Versi

Minggu, 23 Januari 2011

Buat lucu-lucuan ajaaa...
Ngopast dari notes kak Retta... hahahaha

DOA JODOH BERBAGAI VERSI

Edisi wajar
Ya Tuhan,kalau dia jodohku dekatkanlah,kalau bukan jodohku, jauhkanlah

Edisi Pak Tarno
Ya Tuhan,kalau dia jodohku dekatkanlah,kalau bukan
Jodohku,tolong dibantu ya!bimsalabim jadi apa pah 3x

Edisi ngotot
Ya Tuhan,kalau dia jodohku dekatkanlah,kalau bukan jodohku, tolong dicek lagi! mungkin salah baca

Edisi BAng Haji Rhoma Irama
Ya Tuhan,kalau dia jodohku dekatkanlah,kalau bukan jodohku,TER LA LU

Edisi penipu
Ya Tuhan,kalau dia jodohku dekatkanlah,kalau bukan jodohku,tolong Isi pulsa mama ya!

Edisi SBY
Ya Tuhan,kalau dia jodohku dekatkanlah,kalau bukan jodohku,saya hanya bisa prihatin

Edisi nawar
Ya Tuhan,kalau dia jodohku dekatkanlah,kalau bukan jodohku,temannya juga lucu

Edisi Bondan ft Fade2Black
Ya Tuhan,kalau dia jodohku dekatkanlah, kalau bukan jodohku,ya sudahlah

Edisi sendal saat sholat jumat
Ya Tuhan,kalau dia jodohku,lindungilah dia! jngn sampai dia tertukar atau
hilang

Edisi maksa
Ya Tuhan, kalau dia jodohku dekatkanlah, kalau bukan jodohku jodohkanlah, tapi kalau dia sudah Kau jodohkan dg yg lain, putuskanlah Dan jodohkan dia
denganku

Edisi OVJ
Ya Tuhan,kalau dia jodohku dekatkanlah, kalau bukan jodohku, langsung saja ke TE KA PE

Edisi Bang Napi
Ya Tuhan,kalau dia jodohku dekatkanlah, kalau bukan jodohku, waspadalah, waspadalah

ARTI SAHABAT



            Dini hari menjelang Subuh, jam 04.00 pagi. (*Hirup nafas dalam-dalam) PAGI DUNIA... Aku ingin menyapa dunia dan menjejalkan banyak sekali rasa syukur ke dalam paru-paru, otak, hati, jantung, seluruh pembuluh darah, syaraf, sendi-sendi tulang, dan setiap sel dalam tubuhku. Yaaaa,,, semenjak ‘insiden’ tadi malam yang membuat aku merasakan kehilangan lebih dari setengah anggota badan (sementara sih), dan ketakutan kehilangan kepala (*hoho, agak lebay). Tapi benar sodara-sodara, saat ‘insiden’ itu terjadi, yang ada di kepalaku cuma satu, ketakutan. Ketakutan gak bangun lagi, gak bisa lihat matahari lagi, gak bisa beresin skripsi, gak bisa ketawa bareng kalian lagi, hiks   :’(. Aku mau bersyukur, Tuhan masih memberiku kesempatan ‘membuka mata’ hari ini. Tuhan, masih limpahkanlah nikmat ‘sadar’ itu padaku...


Dilihat dari judulnya, postingan ini tampak ‘menye-menye’, apalagi kalo inget itu juga judul sinetron ababil yang ditayangin di Indo*iar... hehehe, memang sedang ‘menye-menye’ sih. Sahabat, tempat kita berbagi cerita hidup, tentang manis-pahit, suka-duka, tangis-tawa, senang-susah. Mungkin seperti jalinan kekasih, jalinan persahabatan juga perlu chemistry. Perlu proses panjang, bukan hanya sekedar kenalan lalu jalan. Untuk bisa sampai tahap “saling terbuka” itu juga proses, bukan tiba-tiba “buka-bukaan” (apa coba?). Tuhan, sekali lagi kuucap ribuan syukur (jutaan bahkan bila aku mampu), atas kehadiran sahabat-sahabat terbaik di sekelilingku. Postingan ini, sebagian adalah ungkapan isi hati, sebagian lagi, adalah rekognisi untuk ‘kalian’ yang saat ini kuanggap sahabat (*selamat yah! Tadinya kan kita cuma bergaul, eh, berteman, hehehe).

Flashback tentang kemarin, Sabtu 22 Januari 2011. Sebenernya aku dah tau kalau kondisiku sedang kurang baik (mental maupun fisik). Pertama, sehari sebelumnya aku periksa Hb cuma 10 mg/dL (itu jelas-jelas anemia, dan sepanjang 2 tahun terakhir, itu adalah kadar Hb paling rendah yang pernah aku periksain). Kedua, sehari sebelumnya aku juga kelelahan (dan telat makan), aktivitas padat dari siang sampe malam, jalan kaki naik-turun tangga kemana-mana, (*pfiuh) sampai malamnya nyaris pi***an di depan komputer (*beruntung banget dibangunin Gilar), aku tau juga kalau ‘pi***an’ itu seperti serangan, dia bisa datang tiba-tiba saat kelelahan, bukan cukup sekali datang terus pergi ‘wush’ gitu aja. Ketiga, dari pagi pikiran agak kacau, dan suasana hati gak jelas, satu hal yang aku pikirkan cuma ‘mencari pelarian’ dengan tertawa sepuasnya, aku gak mau sendirian. Antara yakin dan tidak yakin, aku memutuskan ikut jalan-jalan bersama kalian (para orang ‘gila’ yang selalu tertawa ketika bersama, hehehe). Pikirku, naanti kalau capek, aku tinggal duduk-duduk aja. Pasrah, hanya Allah sebaik-baik pelindung, Bismillah, dan berangkatlah kita menuju Kota Tua.

Acara poto-poto sambil jalan-jalan ke “Kota Tua” (dari Museum Fatahillah-Museum Bahari- Pelabuhan Sunda Kelapa-Jembatan kota Intan-Museum Fatahillah lagi), Well Done! (haaa, ya iyalah aku ngebonceng sepeda :D, yang susah payah yg ngeboncengin tuh ,haha Thanks to: Reza). Tapi tujuan berubah, yang tadinya ke Kota Tua aja, akhirnya sekalian ke Ancol juga. Hmmm, udah sore sih waktu itu, rada khawatir juga sama kondisi badan, tapi berhubung yang lainnya pada semangat, oke, gapapa kali yah, kan naik taksi ini. Berangkatlah kita ke Ancol. Berangkat sih naik taksi, maaf yah, kemarin aku agak maksa buat naik taksi dan gak mau naik bajaj, hehe (info dari tour guide Kota Tua, naik taksi cuma belasan ribu). But, ternyata jalan ke Ancol  macet total, (*wew) jadi khawatir. Khawatir waktu yang udah masuk maghrib, langit udah mau gelap, dan argometer yang terus jalan(wkwkwk). Udah kepalang tanggung, terusin aja lah... Sampai di Pantai Ancol, sholat maghrib (kalian, aku enggak, hehe) terus makan (*cari hokben gak nemu), dan poto-poto (lagi). Dan yang gak lupa, di setiap acara selalu ketawa, ngakak sepuasnya. Masih penasaran lihat laut juga, akhirnya sempetin ke Pantai selama belasan menit (Sumpah deh, pemandangannya 'gak banget', apalagi buat yang masih dalam masa penyembuhan "fractura hepatica", rasanya pengen nge-bom itu pantai, wkwkwk). Baru habis itu, pulang deh kita.

Khawatir macet kaya pas berangkat, akhirnya pulang mau ganti sarana transportasi, naik Busway (*yang juga lebih merakyat dibanding taksi, hehe). Whuaaa, tapi jalan dari pantai ke shelter busway-nya ternyata jauh banget...nget..nget. Ngebut aja lah (udah gak peduli aku sama poto-poto), pikirku yang penting cepet nyampe shelter busway, cepet duduk di shelter sambil nunggu bus dateng, cepet duduk di bus sampai stasiun Kota, trus cepet duduk lagi di dalam kereta. Jalan agak cepet (tanpa nengok-nengok belakang pula), agak pelan, trus pelan, trus pelan banget (sambil kaki berasa gak napak). Lama-lama, koq kaki gak berasa lagi, kebas kaya kesemutan (*masih dipaksain jalan). Dan akhirnya, menjelang garis finish (Pintu Keluar Ancol), ‘insiden’ itu terjadi, aku nyaris pi***an lagi, megap-megap gak bisa napas, lebih dari setengah badan kebas, pucat-pasi, ketakutan. *Pfiuh, tarik napas dulu.

Maaf, bikin kalian panik. Maaf bikin kalian repot. Maaf bikin kalian ngelilingin Ancol malem-malem (hehe). Padahal waktu mepet banget buat ngejar kereta terakhir yang nganter kita pulang. Sebenernya aku gak apa-apa, cuma kelelahan aja. Anfal itu cuma karena hipoglikemia, otak kekurangan gula (lagi-lagi gara-gara telat makan), hipoksia, otak kekurangan oksigen (gara-gara si Hb yang cuma 10 tadi), dekompensasi jantung sementara (kecapekan, jantung gak kuat mompa darah buat ujung kaki sampe ujung kepala, sampe tekanan darahnya naik tiba-tiba, pas ditensi sih 170/100, wow amazing! darah tinggi). Oke, ditambah aku-nya yang rada lebay, jadilah shock, ketakutan sendiri terus megap-megap. Dalam kondisi kaya gitu (sebenernya gak parah koq), hmm,, cukup diistirahatkan (yang penting rileks, tapi jangan dibiarin tidur), dikasih air gula (biar cepet dapet glukosa otaknya), dioksigen (kalo ada), diangetin badannya. Gak berapa lama, udah bisa pulih (paling tinggal pusing-pusing sama lemes dikit).

Sejujurnya, aku terharu, berterimakasih sekaligus merasa bersalah ke kalian. Berterimakasih, waktu ‘insiden’ terjadi, aku gak ditinggalin, trus kalian pura-pura gak kenal. Mungkin juga kalian panik, jadi lupa rencana “ngegamparin” (hahaha, untunglah kalian lupa). Kalian rela nungguin (bahkan sebagian ngelilingin Ancol buat nemu ruang P3K, hehe). Beliin minuman (*akhirnya Patur yang minum, bukan aku, hehe), sewa ojek sampe taksi buat nganter pulang. Tapi merasa bersalah, gara-gara ‘insiden’ itu kita ketinggalan kereta, tiket busway 6 lembar sia-sia, dan harus naik taksi dari Jakarta Utara sampai Darmaga. Hiks..hiks...hiks... beneran jadi gak enak sama kalian. Aniway, dari ‘insiden’ itu aku tau, kalian perhatian sekali sama aku (*blushing), bener-bener ada di saat susah, bukan cuma seneng-seneng aja. Dasar kumpulan ‘orang gila’ (tapi hal yang paling aku suka dari kalian adalah ‘gila’-nya itu, hehe), aku tau yang berkecamuk di hati dan pikiran kalian apa (salah satunya “argometer”, hehe), tetep aja ketawa-ketawa, ngakak sepuasnya di dalam taksi. Sempet-sempetnya karaokean (pake mp3 HP). “Biarkan saja kekasihmu pergi, teruskan saja mimpi yang kau tunda...”, sumpah yaa... lagu ini bikin aku pengen ketawa sekaligus nangis (*berhubung jaim, kan abis sakit, jadi senyum-senyum aja lah, sambil berkaca-kaca, hehe). Overall, aku cuma bisa bilang “MAKASIH BUAT KALIAN SEMUA”. Suatu saat nanti (*sekarang bisa dibilang aku lagi ngerangkak dari bawah), aku juga ingin berbuat sesuatu untuk kalian. Bener-bener yah, 1001 cerita di Kopma (buat aku mungkin lebih dari 1001). Kalian bukan sekedar partner kerja, tapi juga teman, sahabat, sekaligus keluarga. Satu lagi sih yang pengen dinyanyiin waktu itu, tapi gak kesampean (tar kali yah, pas kita karaokean) “Kamu sangat berarti, istimewa di hati, slamanya rasa ini, jika tua nanti kita tlah hidup masing-masing, ingatlah hari ini...”


Biarkan saja, kekasihmu pergi (*jreng)
Teruskan saja mimpi yang kau tunda
Kita temukan, tempat yang layak
Sahabatku...

Kita berbagi, untuk sahabat
Kita bernyanyi, untuk sahabat
Kita bisa, jika bersama...

(Untuk sahabat, By: Audy-Nindy)

Dedicated to: Nova, Reza, Gilar, Patur, Aci

Semua Hanya Karena Miskomunikasi

Jumat, 21 Januari 2011

Pagiiiii........
Info cuaca, bogor hari ini cukup dingin, tapi hatiku agak hangat (hahaha)...
Hmmm, cuaca hati, masih tidak menentu, tapi so far so good lah...

Postingan ini sudah diniatkan dari akhir tahun lalu. Dalam perjalanan pulang ke rumah, sambil nangis-nangis bombay di dalam bus, dan 'deg-deg seeerrr' mau ketemu orang tua yang habis marah-marah... hahaha. Tapi seiring berlalunya waktu, aku lupa... Padahal waktu itu udah janji sama temen (*maaf deris... beneran lupa eung). Bukan tentang pasangan, tulisan yang 'ini' lebih tentang hubungan orang tua dengan anak. 

Yaa, seringkali kita mengalami 'crash' dengan orang tua, beda pendapat lah, merasa dipaksa lah, gontok-gontokan, sampai marahan. Kondisi kita yang beranjak dewasa, menginginkan kepercayaan dan tantangan. Sementara orang tua, kadang tidak siap untuk melihat kita menjadi dewasa, yaa memang demikian. Di satu sisi mereka ingin agar kita tumbuh sehat dan berkembang menjadi dewasa, tapi di sisi lain, mereka sebenarnya belum siap melihat kita benar-benar menjadi dewasa. Itu karena mereka sayang pada kita (*anaknya), dan takut kehilangan (*apalagi anaknya perempuan). Di satu sisi orang tua menuntut anak agar bisa bertanggungjawab, di sisi lain mereka belum bisa melepaskan sepenuhnya. Membingungkan ya??? Aku juga bingung. hehe...

Well, sepertinya rumit. Padahal bisa lho disederhanakan. Kuncinya "KOMUNIKASI". Itu saja. Prinsipku "selama masih punya mulut, segala hal bisa dilobby" hehehe. Seringkali komunikasi anak dengan orang tua tersendat, biasanya dimulai sejak masuk masa remaja. Anak merasa sudah dewasa, sok-sokan gak butuh orang tua (padahal 'ababil', abege labil, wkwk). Sebaliknya, orang tua merasa anak sudah bukan anak kecil (yang lucu) lagi, mau disayang-sayang/dimanja-manja rasanya udah gak pantes. Apalagi remaja, hampir semuanya lebih suka kumpul dengan 'peer group'nya (genggong-nya), merasa lebih dimengerti, dan lebih nyambung bicara dengan sesama mereka (padahal sesama ababil, gyahaha). Nah, kebiasaan ini lah yang terbawa hingga dewasa, sehingga jurang pemisah komunikasi anak dengan orang tua semakin jauh saja. Makin jarang komunikasi, akan terbentuk mindset yang salah di masing-masing pihak. Anak: "yang penting gak dimarahin (walopun kadang masih kena marah juga), selama bisa dikerjain, ya jalanin aja (pokoknya males banget ngekuarin pendapat, mending diem). Ortu: Yang penting nurut, dan anak harus nurut, pokonya ortu yang bener (lagian anaknya diem, berarti gak masalah donk? gak perlu tanya pendapat anak). Makin lama, hal-hal yang 'pelan tapi pasti' terjadi (misal: punya pacar, mau nikah, mau kerja, mau sekolah, dst) bisa jadi masalah. Aku pun mengalaminyaaaa..... 

Di setiap fase perkembangan, aku pernah mengalami 'gap' itu. Pada masa-ku beranjak dewasa (ceilee), gak punya pacar: ditanya-tanya "koq kamu gak punya pacar, kamu jangan terlalu dingin sama laki-laki, nanti susah dapet jodoh" *huft. Giliran punya pacar, salah lagi, takut salah pilih kata mereka. Kuliah belum kelar-kelar, dimarahin, disangka males-malesan, sengaja nunda-nunda kelulusan (*hasyah, aku juga pengen cepet selesai inih...). Mau kerja (*ceritanya udah ada lamaran yg nyantol), gak boleh, alesannya 'kejauhan, karena di luar jawa', diminta kerja di deket-deket rumah aja. Nanti pasti bakal ada lagi dan ada lagi... dan inti masalahnya tetep sama "KOMUNIKASI". Tiap kali 'crash' terjadi, sebagai anak, nangis-nangis bombay dulu yang utama... hahaha. Gak berani ungkapin pendapat (padahal salah siapa coba? lagian diem aja sih jadi anak!). Ngumpulin keberanian ngeluarin pendapat, belum juga tersampaikan semuanya, ditentang ortu sedikit, Eh, udah nyerah duluan. Ya kalo gitu gak kan kelar-kelar masalahnya. (*itu aku lhooo...)

Hmm, sekedar berbagi pengalaman aja...Alhamdulillah, sekarang semuanya sudah membaik. kuncinya adalah keberanian kita (sebagai anak) untuk mengungkapkan pendapat. Aku katakan apa yang aku pikirkan, aku rasakan, dan aku inginkan lalu aku tanyakan apa yang mereka harapkan. Daaaaan... VOILA! Mereka mengerti itu semua. Justru mereka mengarahkan, bukan memaksakan. Ada sih kompromi sedikit-sedikit, menyesuaikan keinginan kita dengan harapan mereka. Harapan orang tua pada intinya cuma satu koq, supaya kita bahagia. Mereka hanya ingin yang terbaik untuk anaknya, sama sekali gak ada niat untuk nyusahin anaknya. Hanya saja, cara penyampaiannya suka salah. Sekarang, komunikasi ke ortu sudah lancar, walaupun belum mulus seperti jalan tol, kadang masih ada kerikil-kerikil salah pahamnya. Tapi kalo itu terjadi, jangan mundur, komunikasikan lagi, luruskan kesalahpahaman itu lagi.

Sekedar cerita tentang hal yang baru-baru ini terasa 'gonjang-ganjing' untukku dan orang tuaku:
Tentang kelulusan : aku disangka sengaja menunda-nunda kelulusan, supaya bisa lebih lama tinggal jauh dari orang tua, disangka lebih betah merantau daripada dekat-dekat dengan mereka, disangka sibuk 'main-main' daripada ngurus skripsi (*hmm, mereka hanya sedang emosi koq ketika mengatakan itu semua). Aku jelaskan pada mereka, apa saja kegiatanku selama ini di kampus, kenapa skripsiku belum selesai, kenapa belum juga bisa wisuda, aku katakan bahwa di sana aku baik-baik saja, hanya perlu waktu (lebih dari orang lain) untuk belajar lagi. Dan aku katakan bahwa aku akan bertanggungjawab terhadap diriku sendiri, asalkan mereka memberi kepercayaan. Tahukah kawan apa hasilnya??? Mereka, bapak dan ibuku, kini justru terus memotivasiku agar terus belajar banyak hal. Menghiburku ketika wisuda terasa semakin jauh dari depan mata. Menenangkanku ketika rasa bersalah menghantuiku karena belum bisa mempersembahkan toga untuk mereka. Sungguh mereka sayang sekali padaku, dan aku sayang sekali pada mereka.
Tentang pekerjaan: beberapa waktu yang lalu, datang tawaran pekerjaan dari yayasan yang memberiku beasiswa. Mahasiswa yang pernah menerima beasiswa tersebut (alumni yayasan, begitulah aku disebut, padahal belum lulus, hehe) mendapat kesempatan untuk melamar, dengan modal CV saja (karena mereka sudah pegang data base nilai kami waktu kuliah). Waktu itu aku gak bilang apa-apa ke ortu. Nah, ternyata ada panggilan untuk test. barulah aku minta izin ke bapak dan ibu. Bapak? hmmm, oke-oke saja, tapi Ibu? menentang habis-habisan. Gak tega katanya, coz penempatannya pasti di luar Jawa (antara Riau atau Jambi), di tengah hutan atau kebun sawit pula. Disarankan juga oleh ibuku, jangan ikut test-nya, karena ibu pasti tidak mengizinkan. Kalopun diterima, aku hanya akan mengurangi hak orang lain untuk ikut test selanjutnya, bisa saja orang lain itu benar-benar membutuhkan pekerjaan, bukan seperti aku yang sekedar coba-coba. Kecewa. Saat itu ya kecewa. Ibu minta aku kerja di dekat-dekat rumah, sebaliknya aku gak pengen dekat-dekat rumah. Hmm, dengan pertimbangan ini-itu yang kusampaikan, akhirnya ibuku minta syarat 1 saja "pegawai negeri sipil a.k.a PNS". Boleh di luar kota, gak harus dekat-dekat rumah. Woooowwww, amazing. Padahal biasanya ibuku 'keukeuh". Tu kan, kuncinya cuma komunikasi...
Tentang Jodoh: lain kali saja, aku sedang malas membahasnya (hahaha).

Closing statement: 
Apapun yang orang tua sampaikan pada kita, pada intinya mereka hanya ingin yang terbaik buat kita (anaknya). Salah-benar, itu hanya soal penyampaiannya. Perintah mereka, keinginan mereka, sebenarnya bukan harga mati buat kita. Jika yang mereka inginkan, tidak membuat kita merasa bahagia, mereka pasti akan mengalah demi kebahagiaan kita. Aku, perempuan. Saudara-saudaraku, juga perempuan. Kelak, jika kami dimiliki oleh seseorang, bakti kami yang utama akan jatuh pada suami. Orang tua kami pun menyadari itu. Itulah sebabnya, mengapa mereka overprotective kepadaku (karena aku yang paling dewasa, dan kemungkinan paling cepat meninggalkan mereka). Mungkin di hati mereka, belum siap untuk melihatku menjadi dewasa, apalagi melepaskanku untuk bersama dengan orang lain. Mungkin, mereka hanya khawatir, orang lain belum bisa mengusahakan seperti mereka telah bersusah payah memberikan yang terbaik untuk kita. Maka dari itu, sebelum pernikahan itu tiba, janjiku adalah ingin membahagiakan orang tua. *jadi berkaca-kaca.


Aku Terima Semua Skenario-Mu Tuhan

Rabu, 19 Januari 2011

Mungkin mengucapkan sebaris kalimat “Yah, ini kan memang sudah jalan-Nya”, itu sangat mudah. Terlalu sering nasihat seperti itu kita dengar. Lain lagi, “jodoh, rezeki, hidup, mati, itu sudah Allah yang atur, manusia hanya bisa berusaha, tapi Takdir lah yang menentukan”. Tapi,,, dalam kondisi kalut, bisakah nasihat (yang sebenar-benarnya sudah kita yakini) itu bisa masuk ke kalbu??? Jawabnya: BELUM TENTU.

Fractura hepatica = Broken Heart = Patah hati, siapa yang meragukan sakitnya? :D
Marah, sedih, kesal, kehilangan, sesak, hampa, kalut, emosi jiwa, stres, dendam kesumat, gak terima, depresi, dan sebagainya. Campur aduk gak jelas. Saat itu yang terasa hanya serba tidak jelas. Nasihat kanan-kiri, wara-wiri, didenger sih, tapi cuma numpang lewat. Ada yang masuk, ada banyak yang enggak, makanya berulang-ulang nanyain hal yang sama, berulang-ulang curhat dengan bahasan yang sama...Hehehe...FYI, suka atau tidak suka mengakuinya, saat ini aku mengalaminya...(*maaf untuk yang bosan mendengarnya, :D)

Mau sampai kapan lingkaran setan depresi patah hati ini mau diteruskan? Jawabannya adalah sesingkat-singkatnya, tanpa memaksa (semakin dipaksa semakin susah malah), pelan tapi pasti. Bagaimana mengakhirinya? Dengan ikhlas... dan untuk iklhas kita harus rela... untuk rela, kita harus mau menerima... dan untuk menerima dengan lapang dada, kita harus bersyukur... Kuucapkan berkali-kali, “Allah, aku terima semua skenariomu, senang-susahnya, tangis-tawanya, tidak ada yang sia-sia untukku”

Pelan-pelan aku menghapus tanya “ Mengapa aku harus dipertemukan dengannya? Mengapa dia tega? Mengapa dia begini, mengapa dia begitu?”. Hmmmh (*menghela nafas), pertanyaan mengapa hanya akan membawa pada perasaan tidak terima, marah, emosi, dendam, ingin menyakiti, sampai naluri membunuh (wkwkwk, lebay!). Lalu kujawab semua diksi tentang “mengapa” dengan “skenario Tuhan”, dan tidak ada yang jelek dibalik itu semua.

Tuhan lah yang mengaturnya, Tuhan lah yang membuat skenarionya. Tuhan memberikan 2,5 tahun waktu untuk menyelesaikan episode panjang tentang “aku dan dia”. Tuhan memberikan masing-masing peran, padaku dan padanya untuk saling berbagi dan saling memperbaiki. Melalui perannya, aku menjadi pribadi yang lebih baik, dan melalui peranku ia menjadi pribadi yang lebih baik. Babak terakhir untuk menyelesaikan episode panjang itu mungkin terasa unhappy dan sedikit sakit untuk kami berdua, dan mungkin juga mengecewakan “penonton” di sekeliling kami berdua. Sakitku, lukaku, marahku karenanya hanyalah sebuah babak, yang melatihku dan membuatku lebih kuat dan kuat lagi. Saat ini, hatiku sedang didalamkan, dibesarkan, dan diluaskan kemampuannya (*kata Pak Mario Teguh). Aku marah padanya, itu mungkin saja, tapi aku tidak membencinya. Untuk apa membenci seseorang? Cuma mengotori hati dan defisit energi. Lagipula aku tak kan sanggup membencinya. Tuhan hanya sedang memintanya menjalankan peran antagonis sebagai seorang yang berbuat salah. Itu saja. Dan sepertinya ia pun tak menyukai peran itu (*semoga ia sadar, lalu memperbaiki diri, semoga Tuhan menuntunnya, dan kembali memberikan kepercayaan “peran baik” untuknya). Pun aku tak menafikkan banyak hal baik yang telah ia lakukan untukku. Terimakasih untuk-Mu Tuhan, dan untuknya juga.

Aku telah mengambil banyak pelajaran dari episode panjang yang sudah kami lewati. Setelah ini, aku hanya ingin diam sementara waktu. Mungkin aku terlalu lelah dengan “babak terakhir” itu. Tuhan, aku mendoakan yang terbaik untuknya. Jaga dan lindungilah ia, dimanapun, kapanpun, dengan siapapun dia berada. Mungkin kemarin ia bosan dengan peran protagonis, lalu ingin mencoba tantangan baru untuk peran antagonis, tapi aku harap ia tidak benar-benar menyukai peran barunya. Semoga Tuhan memanggilnya kembali dan memberikan lagi peran protagonis untuknya. Dan semoga ia bahagia, dengan apa yang ia cari.

Tuhan, aku terima semua yang terjadi, dan mengikhlaskannya. Terimakasih. Setelah menulis ini, sungguh hatiku menjadi lebih lega. Saat ini, aku hanya diam dan menunggu rasa “lelah” itu pergi. Hingga aku siap dengan episode baru tentang aku dan ... (*entah siapa, biar Tuhan yang tentukan saja).


Commemorate togetherness of us,
Juny 2008-January 2011

Karena cinta ku ikhlaskan
Segalanya kepada-Nya
Untuk cinta tak pernah
Ku sesali saat ini
Ku alami ku lewati

Suatu saat ku 'kan kembali
Sungguh sebelum aku mati
Dalam mihrab cinta ku berdoa semoga

Suatu hari kau kan mengerti
Siapa yang paling mencintai
Dalam mihrab cinta ku berdoa padaNya

(Dalam Mihrab Cinta, By: Afgan)

Manjada Wajada

Senin, 05 Juli 2010

"Manjada Wajada: barang siapa bersungguh-sungguh maka dia akan berhasil"


Siapa yang menyangka bahwa akan sejauh ini aku melangkah
Dan tak ada yang mengira bahwa aku akan bertahan dengan menghadapi halang-rintang di depan mata
Aku masih berdiri, dan sekuat tenaga berusaha lari
walau tertatih, tersungkur, dan merayap sekalipun


Memang tak mudah kawan
Tapi...

Cita-citaku, mimpiku, dan semangatku, telah melebur menjadi tekadku
Berapa kalipun aku dijatuhkan, maka berapa kali itu pula aku akan bangun
Dan setiap kali terbangun itu pula, aku semakin kuat
Lebih kuat dari yang  kalian kira


Akulah sang nahkoda, akulah yang membawa bahtera
Walau awak kapal mengibarkan sengketa
Walau penumpang mengancam kudeta
Aku tetap yang membawa bahtera
Hingga sampai seberang lautan
Dermaga bernama kesejahteraan

Bahtera ini akan terus berlayar, tak peduli hujan badai sekalipun
Tak peduli sendiri sekalipun, walau merayap hingga aku pun meratap
Tetap aku tak kan berhenti
Karena, walau tak sampai waktuku ke seberang lautan, 
Pasti kutemukan penerusku
Pejuang tangguh yang akan mengibarkan bendera mimpiku
Membawa bahteraku hingga dermaga kesejahteraan
Dari dermaga itulah, perjalanan akan diteruskan menuju Pulau Kemakmuran.


Asal kalian tau
Bumi-langit mengukuhkanku, semesta mendukungku
Bila kesejahteraan dan kemakmuran umat tujuanku
Manjada wajada
Barangsiapa bersungguh-sungguh, maka dia akan berhasil
Yakin bahwa Allah akan membantuku
dengan tangan-Nya...
dengan segala keajaiban-Nya...
Bahtera akan terus berlayar... 
Tak tergoyahkan...


:)



Andriezzu: Just The Way I am Copyright © 2009 Designed by Ipietoon Blogger Template for Bie Blogger Template Vector by DaPino